banner available

Mengintip Pasaran Kaos Lokal

DESAIN LOKAL: Pedagang souvenir menunjukan salah satu desain kaos lokal. Wisatawan yang datang ke Pontianak menjadikan kaos berlogo khas Pontianak untuk dijadikan oleh-oleh.HARYADI/PONTIANAKPOST
DESAIN LOKAL: Pedagang souvenir menunjukan salah satu desain kaos lokal. Wisatawan yang datang ke Pontianak menjadikan kaos berlogo khas Pontianak untuk dijadikan oleh-oleh.HARYADI/PONTIANAKPOST
Anda pasti tahu dengan nama-nama ini. Dari C 59, Dagadu, Saos “Kaos Rasa Solo” KlasSik, Silok dan beberapa nama lain. Itu merupakan nama dari sejumlah kaos lokal dari beberapa daerah di Indonesia. Sebut saja, Bandung, Yogyakarta, Gersik, Riau dan Pontianak. Ternyata menjual kaos-kaos lokal sangat menguntungkan. 

KEBERADAAN kaos lokal banyak membanjiri Kota Pontianak. Sebagian besar datang dari luar. Seperti Bandung dan Yogyakarta. Dari dua daerah inilah kaos banyak masuk ke kota khatulistiwa ini.

Salah satu brand kaos lokal adalah Silok. Pemilik brand ini Rendra. Brand ini muncul sejak tahun 2011. “Hingga sekarang sudah berjalan lebih dari tiga tahun,” kata pria yang tinggal di Kecamatan Pontianak Utara ini.

Ide awal untuk membuat brand sendiri, karena dia tertarik melihat brand-brand lokal asal
Bandung. Meski produk lokal, brand tersebut terkenal hingga ke berbagai daerah. Banyak kalangan anak muda yang menggunakannya.

Dia pun mengadopsi ide itu dan membuat kaos dengan brand lokal. Tidak hanya nama yang lokal, tapi desain yang tampil di kaos itu untuk mengangkap icon daerah. Namun, konsep tetap sesuai dengan selera anak muda. Sehingga pasaran kaos ini bisa masuk ke distro-distro atau toko pakaian.

Pria yang terkenal ramah inipun bersyukur brand yang diluncurkan mendapat sambutan yang baik dari konsumen. Beberapa orang pun mulai mengorder. Tidak hanya dalam jumlah satuan, tapi dalam bentuk partai besar.

Rendra memanfaakan kemajuan teknologi untuk memasarkan produknya. Namun, pemasaran dengan face to face dan outlet juga dilakoninya. Sejauh ini sudah ada delapan outlet yang tersebar di Kalbar. Dalam sebulan dia bisa mencetak kaos sebanyak 300 sampai 500 pcs.

Hanya saja dia menegaskan tetap ada kendala yang dihadapi. Seperti bahan baku berkualitas sulit didapat untuk area Pontianak. Jika pun ada, maka dipastikan harga itu mahal. Jika untuk bahan baku dan produksi sudah menelan biaya besar, maka harga jual pun akan tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan konsumen yang menginginkan kaos berharga murah tapi berkualitas.

“Karena kondisi seperti ini, terpaksa bahan baku didatangkan dari luar. Tapi untuk desain, tetap kita tampilkan desain-desain lokal. Menggambarkan Kalbar kepada masyarakat luas,” jelas dia.  Menariknya, sebagian besar mereka yang bekerja pada Rendra adalah para pelajar dan mahasiswa. Mereka bekerja dari pukul 15.00 hingga 20.00.

“Saya ingin mengajarkan mereka untuk bekerja dan wirausaha. Begitu selesai sekolah atau kuliah mereka bisa membuka usaha sendiri. Ini tujuan awal saya, tidak hanya sekedar bisnis, tapi ingin menolong orang lain juga,” jelasnya.

Ada juga Mansur yang tertarik dengan kaos-kaos lokal. Hanya saja pria berkacamata ini bukan mencetuskan kaos dengan brand lokal. Justru dia adalah penjualnya. Hal inipun sudah dilakoni hampir 20 tahun.

Sebagian besar kaos yang dijual bermotif khas Kalbar. Seperti tugu khatulistiwa, kemudian sungai kapuas dan berbagai motif lokal lainnya. Pemilik Toko Madrid di Jalan Pattimura ini tertarik memasarkan kaos dengan desain khas lokal karena melihat pembeli yang pasti ada.
Dimana mereka adalah para wisatawan atau tamu kepemerintahan.

Apalagi tempatnya berjualan merupakan areal penjualan souvenir dan cenderamata Kalimantan Barat. “Di sini areal tamu untuk berbelanja. Jadi memang menguntungkan menjual kaos khas lokal,” ujarnya.  

Sehelai kaos dibandrol harga Rp25 ribu hingga Rp35 ribu. Harga yang cukup murah bagi para tamu yang ingin membawa oleh-oleh dari Kalimantan Barat. Jika sedang ramai, Mansur bisa menjual hingga enam lusin kaos. “Momen ramai itu seperti perayaan Cap Go Meh. Kemudian ada tamu pemerintah yang datang, atau ada event-event besar di Kota Pontianak,” kata dia.

Wajar saja, jika sebanyak itu kaos bisa terjual. Sebab Mansur bisa mengambil 400 sampai 500 lusin kaos bermotif lokal. Jumlah sebanyak itu bisa habis dalma tiga hingga empat bulan. Namun sebelum habis dia kembali mengorder untuk menjaga stock jika ada pembeli yang datang.  Selain kaos, Mansur juga menjual produk lokal lainnya. Seperti batu cincin, kain tentu khas Sambas, baju ada, manik-manik dan ramuan tradisional. (*)
Share on Google Plus

About MOMO

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment