USAHA DISTRO: Distro Numerique di Jalan Johar Pontianak. Butuh 3 tahun agar brand mereka dikenal masyarakat. Kini sudah tinggal menikmati hasil kerja keras. HARYADI/PONTIANAKPOST |
Geliat bisnis fashion kian tumbuh dan berkembang. Apalagi saat ini fashion sudah menjadi kebutuhan primer manusia. Ini yang membuat fashion menjadi bisnis yang menarik dijalankan. Salah satu bisnis fashion yang menjanjikan adalah membuka usaha distro. Kaos distro digandrungi banyak orang. Tak hanya lelaki muda saja, tetapi juga wanita, anak-anak hingga orangtua. Jadi wajar saja, untuk ukuran Kota Pontianak bisnis ini terus tumbuh dan berkembang. Tak sulit menemukan distro di Kota khatulistiwa ini. Cukup sebutkan nama saja, sebagian besar orang terutama kalangan anak muda sudah tahu lokasinya. Salah satunya Numeriq di Jalan Johar, Pontianak. Ketika Probisnis mampir ke sana sudah disambut deretan kaos dengan berbagai motif.
Produk lain juga ikut dijual. Seperti jeans, celana pendek, jaket, sweater, asesoris, tas, dompet dan sepatu. Konda, pengelola distro ini juga terlihat sibuk menyelesaikan pekerjaannya di belakang meja kasir. "Usaha ini saya bangun sejak tahun 2004. Hingga sekarang sudah sebelas tahun," katanya.
Ide untuk memilih usaha ini tak lepas dari hobinya terhadap musik. Kala itu, musik-musik indie sudah sangat berkembang. Apalagi untuk kawasan kota Bandung. Dia tertarik dengan baju yang dikenakan para personil band indie, namun anehnya baju-baju itu tak dijual di pasaran. "Saya coba mencari info dapat dimana baju ini. Ternyata di Bandung sedang musim distro. Kaos menjadi home industry. Dijual dari tangan ke tangan hingga distribusi ke outlet," jelas dia.
Konda melihat ini prospek yang bagus jika dikembangkan di Pontianak. Apalagi ketika itu distro belum begitu banyak sehingga pangsa pasar pun tak sulit mencarinya. Terutama untuk kalangan anak-anak muda yang suka baju band-band indie. Selain itupun produk yang dijual tidak banyak beredar di pasaran. Misalnya dicetak 10 lusin dan itu tersebar di berbagai kota di Indonesia. Begitu juga ketika datang ke Pontianak. Jumlahnya pun dibatasi.
Menurut Konda, respon pasar kala itu sangat bagus. Tetapi bukan berarti tanpa promosi. Justru dilakukan secara militan. Dari pamflet, logo yang ditempelkan ke dinding, promosi mulut ke mulut hingga ke sekolah. Butuh tiga tahun, agar brand Numeriq benar-benar dikenal masyarakat. "Sekarang syukurnya sudah agak santai dan hasil benar-benar ada," kata pria 35 tahun ini.
Jika dulunya kiblat distro ini ke kota Bandung, maka sekarang tidak lagi. Sebagian besar produk di distro ini berasal dari Yogyakarta. Justru kualitas produk yang dihasilkan tidak kalah dengan kota Kembang. Menurut Konda, dengan berpindah kiblat maka membuat Numeriq berbeda dengan distro pada umumnya. Brand yang dijual pun seperti Starcros, TNGR, Trigers Hillari Man dan Jacob.
"Sekitar 60 persen produk yang dijual dari Yogyakarta. Ini yang menjadi identitas kami, sehingga beda dengan yang lain," kata dia.
Konda menilai tidak ada kendala yang berarti dalam menjalankan bisnis ini. Asalkan pelaku usahanya terus kreatif. Ini disebabkan persaingan yang semakin ketat. Pasalnya usaha yang sama terus tumbuh. Menurutnya, kreativitas itu dibutuhkan ketika mempromosikan produk agar semakin dikenal masyarakat. Misalnya menjadi brand untuk band-band indie. Tentunya dipilih band yang berpotensi berkembang. "Bikin event kecil-kecil di depan toko. Dikasih gratis jika menggunakan kaos dari distro ini. Awalnya hanya vokal atau setiap personilnya. Ini juga menjadi cara memajukan dunia musik di Pontianak," jelas dia.
Bagi Konda, masa panen bisnis ini ketika menjelang lebaran. Rata-rata pembelian dalam sehari bisa mencapai 100 produk. Kendati demikian, dia mengakui sedikit banyak kondisi ekonomi yang melemah juga berpengaruh pada omzet. Harga yang ditawarkan untuk setiap produk beragam. Kaos misalnya, dari Rp 110 ribu hingga Rp 150 ribu. Celana Rp 300 ribu - Rp315 ribu. Sedangkan tas kisaran harganya Rp 200 ribu – Rp 250 ribu.
Produk lokal juga masuk ke distro ini. Sistem berupa penitipan. Keuntungan dibagi. Persentasenya Numeriq mendapat 25 persen dari harga jual. Sedangkan produk luar sistemnya konsinyasi. Persentase keuntungan 30 persen dari harga produk. Menurut Konda, menjalankan usaha dengan sistem seperti ini lebih aman. Karena barang yang tidak laku bisa diretur, sehingga resiko kerugian bisa lebih kecil.
Hanya saja, Konda mengingatkan dalam berbisnis pun perlu idealis. Yakni menjadi produk-produk yang original. Ini dilakukan untuk mempertahankan brand. Pasalnya banyak barang bukan distro tetapi distro. Produk dengan istilah KW inilah yang mematikan pasaran. Mengambil keuntungan besar tapi tidak sesuai kualitas. Belum lagi diproduksi secara massal. "Kami tetap menjaga idealis. Ada semacam quality control bagi home industry yang masuk ke sini. Jika kualitas oke, maka bisa masuk. Itu karena kita mendukung produk asli," pungkasnya. Oleh : Ramses L Tobing
0 comments:
Post a Comment