Memiliki rumah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi banyak orang. Mereka pun menghias rumah agar terlihat indah. Salah satunya dengan menambahkan gorden dengan desain yang disenangi. Ini membuat permintaan gorden terus meningkat, dan pengusaha gorden pun ketiban untung.
Jika melihat tempat penjual gorden, tampak sepi-sepi saja. Hanya ada satu dua pembeli yang lalu lalang di hari biasanya. Tapi berbeda ketika mendekati hari raya, baik itu lebaran, imlek, dan natalan. Permintaan gorden kian bertambah, bahkan bisa menjadi dua kali lipat. Hal ini pula yang dirasakan oleh Willy (25 th), pengelola Megah Gorden di Jalan Pattimura Pontianak.
Mulanya, orang tuanya menggeluti usaha ini masih di ruko sewa berukuran kecil di Pasar Sudirman. Selang beberapa waktu, usaha tersebut semakin berkembang dan pindah ke ruko lebih besar. Hingga akhirnya mampu membeli ruko yang hingga kini menjadi pusat usaha gordennya. “Sekarang sih usahanya hanya satu saja. Tidak membuka cabang karena kami ingin menjaga agen-agen yang datang kesini. Jadi kami juga menyediakan grosiran. Bahkan di suplay hingga ke daerah-daerah,” ungkap dia.
Setiap bisnis memiliki tantangan, sama halnya dengan bisnis gorden ini. “Gorden ini khan bukan produk kebutuhan utama. Kadang ada yang 10 tahun baru ganti, bahkan ada yang kalau kondisinya masih bagus tidak mau mengganti,” jelasnya. Umumnya, ada dua jenis model gorden, yakni model klasik dan model minimalis.
Pada model klasik lebih banyak menggunakan bahan, sementara minimalis tidak. Tantangannya, model gorden mengikuti style rumah sehingga berpengaruh pada harga gorden. “Model gorden khan mengikuti style rumah. Nah, karena sekarang model rumahnya itu minimalis, jadi harga gorden ikutan minimalis,” ucapnya. Kenapa demikian? Karena lanjut Willy, mereka menjual gorden itu khan per meter bahan, baru ditambahkan dengan biaya pembuatan dan aksesorisnya.
“Kalau jendela rumah klasik itu khan ukurannya besar dan banyak, jadi pemakaian bahan juga banyak. Kalau rumah minimalis, pemakaian bahannya sedikit, karena modelnya lebih simple,” ungkapnya. Sebulan mendekati lebaran, toko mereka juga sering menolak orderan yang datang. Hal ini dikarenakan tenaga penjahit yang kurang.
“Kalau lebaran itu khan hanya musiman. Butuh tambahan penjahit. Ini yang menjadi tantangan dari tahun ke tahun yang sulit diperbaiki,” kata dia. Tak hanya itu saja, pernah pula ada yang tidak mengambil pesanan gorden yang sudah jadi. Padahal sudah mengeluarkan biaya untuk membuatnya. “DP-nya cuma berapa, tapi tidak mau ambil gordennya,” jelas Willy.
Kisaran harga yang dijual relatif, tergantung jenis bahan, model dan tingkat pengerjaan. Untuk satu pasang gorden, lengkap dengan aksesorisnya bisa Rp 1 – 2 juta. Bahan yang paling disenangi saat ini adalah bahan blackout. “Banyak yang memilih bahan ini karena dianggap kualitasnnya lebih bagus dan tebal sehingga sinar matahari tidak mudah masuk dalam rumah. Makanya saran saya kalau beli bahan ini disenter dulu, pilih yang tidak tembus. Sebab ada pula bahan yang semi blackout,” ungkap dia.
Tak hanya gorden utama saja, vitrage atau dalaman gorden juga banyak diminati. Harga juga relatif, mulai dari 35 ribuan hingga ratusan ribu tergantung jenis bahan yang dipilih. Keuntungan lain bisa didapat dari penjualan aksesoris gorden, mulai dari satu set besinya, talinya dan pengaitnya.
Berbisnis gorden juga sudah digeluti Susana (25 th) dan suami sejak 4 tahun yang lalu. Menurut dia, omzet penjualan gorden cukup menjanjikan terutama menjelang lebaran. “Omzetnya per bulan bisa 10 jutaan, tapi kalau mendekati lebaran naik 50 persen,” timpal owner Gajahmada Gorden. Untuk menarik para pelanggan, ada yang sudah jadi tetapi ada pula yang bisa dipesan. “Kalau yang sudah jadi harganya lebih murah, karena kita main di bahan. Kalau pesan itu harganya lebih mahal karena penggunaan bahannya lebih banyak,” pungkasnya. **
0 comments:
Post a Comment