banner available

Sektor Jasa di Kalbar Siap Hadapi MEA

DITUNTUT PROFESIONAL: Perawat merupakan salah satu sektor jasa yang bebas masuk ke Indonesia sejak diberlakukannya MEA. Sebab  itu perawat Indonesia dituntut profesionalnya, agar tak tersingkir dari perawat luar negeri. DOK-INT


PONTIANAK - Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akhir diberlakukan per 31 Desember 2015. Jasa konstruksi juga siap menghadapi persaingan di bidang jasa. Sekretaris BPD Gapensi Kalbar Mei Purwowidodo mengatakan MEA malah membuat pihaknya bersemangat.

“Dengan MEA kita yakin kemampuan kita. Selama ini kemampuan kita sudah mumpuni. Nanti pasar akan membuktikan. Insinyur kita siap sebab saat ini sudah ada yang go Internasional," ujarnya.Hanya saja, pemain lokal masih terhambat bahasa asing untuk berekspansi ke negara lain.

“Dilihat dari segi keilmuan tenaga kita juga mampu bersaing. Namun yang menjadi masalah adalah soal penguasaan bahasa asing. Sehingga untuk masuk ke dunia luar dari Indonesia atau masuk ke negara Asean lainnya agak terhambat,” kata dia.

Jasa kesehatan, termasuk profesi dokter juga terkena imbas perdagangan dan jasa bebas itu. Wakil Ketua Dewan Pengurus Daerah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan Barat, Nursyam Ibrahim menyatakan pihaknya siap bersaing dengan sesama anggota Asean. “Sebenarnya menghadapi MEA, kami dari  IDI  dan PGI  sudah mempersiapakan sejak masa Afta. Itu sekitar sejak tahun 2000-an,” ujarnya.

Walaupun Dokter di Asean bebas bekerja di negara manapun dalam lingkup regional, dijelaskan Nursam masuknya dokter asing tidak serta-merta. Untuk profesi sebagai perawat misalnya atau lainnya, mereka harus fasih bahasa Indonesia dan juga memiliki standar akreditasi Asean.

Lagipula, menurut dia, keahlian tenaga kesehatan Kalbar tidak kalah saing. Karena sejak lima tahun terakhir lulusan dari dokter sudah mengikuti standar Asean. Namun, yang menjadi tantangan dan menjadi persoalan, lanjutnya, dalam hal komunikasi antara dokter dan pasien.

Pengamat Ekonomi Untan Ali Nasrun berpendapat lain. Menurutnya  negara Asean lainnya mempunyai budaya kerja dan standar pelayanan lebih baik. “Saya contohkan soal perilaku dan bisa kita rasakan atau pernah kita alami masih ditemukan ada perawat suka ogah-ogahan mengurus pasien. Sedangan mereka profesional mengurus. Pasien akan lebih suka yang profesional,” ungkap dia.

Dilihat dari persiapan menghadapi MEA, negara lain juga mempersiapkan diri. Mereka menggelar banyak pelatihan soal budaya, pendidikan dan wawasan lainnya yang menjadi target mereka. Namun dia berharap, pemerintah yang sekarang mampu membuat perbedaan. Caranya dengan menggencarkan pelatihan dan pendidikan untuk para pekerja dan profesi.

“Dengan situasi tersebut meski terbilang kita terlambat berbenah menghadapi MEA dan sekarang sudah masuk di MEA, kita tetap optimis mampu. Optimis itu harus dibarengi peningkatan apa yang menjadi masalah kita dan apa yang dibutuhkan dari produk kita atau tenaga kerja kita agar bersaing. Saya tekankan lagi saatnya pemerintah memperbanyak lembaga pelatihan bukan hanya soal teknis soal perilaku juga harus diperkuat,” ucapnya.

Sebagai informasi, kebebasan arus barang dan orang di kawasan  negara Asean sudah terbuka lebar. Termasuk di sini dalam hal ketenagakerjaan. Berdasarakan kesepakatan dalam MEA ada 8 profesi yang bebas masuk yang meliputi profesi insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan. (ars)

Sumber : Pontianak Post Pro Bisnis
Share on Google Plus

About MOMO

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment