Sangkar Burung. Foto Haryadi/Pontianak Post |
Burung berkicau memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kicauannya yang merdu membuat harga seekor burung semakin mahal. Saking tinggi, harganya bisa mencapai ratusan juta. Hanya saja tidak mudah mendapatkan seekor burung yang kicauannya cukup bagus. Butuh proses yang teliti ketika merawat dari awal.
Menurut Sutrisno, ada anggapan yang menyebutkan merawat seekor burung tidak jauh berbeda dengan merawat bayi. Berawal dari membeli burung amparahan atau burung tangkapan. Harganya memang murah. Berkisar antara Rp 10 - 25 ribu. Dengan perawatan yang baik, dalam waktu enam bulan burung sudah bisa berkicau.
Setelah itu baru burung diadu. Biasanya dikenal dengan sebutan dirunti. Karena masih berusia muda, proses ini hanya dilakukan kecil-kecilan. Tujuannya untuk melatih kicauan burung agar semakin bagus. Sutrisno bukan orang baru didunia burung berkicau. Hobi ini dilakoninya sejak lama. Untung rugi pun sudah dirasakannya. Dia bahkan pernah memiliki peternakan burung. Karena kesibukan peternakan itu tidak dilanjutkan. “Harus fokus, jadi tidak memiliki waktu lagi,” kata dia.
Menumpuknya kesibukan, bukan berarti hobi itu hilang begitu saja. Justru dia sekarang lebih aktif, tetapi sebagai juri dalam kontes atau perlombaan burung berkicau. Menurutnya, ada beberapa kriteria yang menyebabkan seekor burung memiliki nilai tinggi. Pertama itu irama dari kicauannya, kemudian stabilitas iramanya, volume dan gaya.
“Gaya burung ketika berkicau, seperti penyanyi dangdut yang berjoget. Meskipun tidak bergaya, tetapi iramanya bagus dan bernilai tinggi bisa memenangkan kontes karena itu penilaian utamanya,” jelas Sutrisno.
Untuk irama pun, lanjut dia, tetap diperhatikan. Misalnya tinggi, rendah, panjang, pendek dan masteran kicauan burung. Misalkan dalam satu napas burung bisa mengeluarkan beberapa kicauan irama. Namun kicauan setiap burung sendiri tidaklah selalu sama. Misalnya burung cicak rowo. Kicauan burung ini lebih dikenal dengan sebutan roll. “Semakin bagus kicauan burung, maka harganya makin mahal. Begitu juga untuk burung yang menang kontes. Harganya bisa sampai ratusan juta,” ungkapnya.
Tak menutup kemungkinan, lanjut dia, harganya semakin tinggi. Disinilah burung dianggap memiliki nilai ekonomis. Hanya saja karena rasa sayang, pemilik enggan menjual burung peliharaannya. “Burung dengan harga murah pun bisa meraih juara, asalkan kualitas suaranya bagus. Harga burung tak menjadi patokan mendapatkan prestasi, apakah itu mahal atau tidak,” ungkapnya.
Pada dasarnya, lanjut dia, banyak nilai ekonomis yang bisa tumbuh dari hobi burung berkicau. Sutrisno mencontohkan ketika ada perlombaan burung berkicau, secara otomatis, kawasan yang digunakan akan dipadati masyarakat.
Mereka yang datang tidak hanya peserta. Bisa juga masyarakat yang hadir atau para penjual makanan dan minuman ringan. “Secara otomatis ini menguntungkan. Apalagi sekarang sering kontes. Oleh karena itu, pemerintah harus jeli dan memberikan perhatian pada komunitas berkicau. Apalagi hobi ini sebagai pemersatu berbagai kalangan. Tak pandang suku, ras, tua dan muda,” pungkasnya. (mse)
0 comments:
Post a Comment