banner available

Renyahnya Laba Bisnis Ayam Goreng Tepung

MENJAGA HANGAT : Sulaiman meracik sendiri ayam bikinannya. Di dalam gerobaknya ini sengaja dipasang lampu untuk menjaga ayam tetap hangat karena ketahanannya hanya sampai empat jam saja.  FOTO MARSITA/PONTIANAKPOST
MENJAGA HANGAT : Sulaiman meracik sendiri ayam bikinannya. Di dalam gerobaknya ini sengaja dipasang lampu untuk menjaga ayam tetap hangat karena ketahanannya hanya sampai empat jam saja.  FOTO MARSITA/PONTIANAKPOST
Ayam goreng ala fried chicken tampaknya menjadi peluang usaha yang digemari banyak orang. Makanan yang bertepung dan bertekstur crispy ini mudah dijumpai di berbagai lokasi. Baik itu dijual pusat perbelanjaan modern, hingga di pinggir jalan.

Meskipun memiliki kompetitor yang semakin banyak, tetapi usaha ayam goreng fried chicken dianggap memiliki prospek besar terhadap keuntungannya. Banyak orang yang beralih usaha dengan berdagang ayam goreng. Bila diseriusi, keuntungan yang didapat bisa untuk membuka cabang di tempat lain lagi.

Seperti yang diceritakan oleh Djasmani (52 th). Mulanya pria asli pulau Jawa ini merantau ke Pontianak dengan memilih jualan kripik pisang dan singkong. Sayangnya usaha tersebut tak menuai keuntungan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Ia kemudian beralih ke berjualan nasi dan sate, serta goreng-gorengan.

“Setelah itu saya buka usaha molen, onde-onde, berubah lagi jualan es, lalu ke fried chicken ini. Tetapi yang paling lama bertahan fried chicken ini. Kemudian saya buka lagi usaha warung dan gorengan,” jelasnya yang ditemui di Warung Arema Sudimampir, Jalan Imam Bonjol ini. Cabang yang dimilikinya ada di beberapa tempat. Tiga di daerah Parit Baru, ada pula di Sungai Raya Dalam. “Rata-rata itu keluarga saya yang mengelolanya. Tetapi resepnya sama,” jelas dia.

Dalam sehari, Jasmani membutuhkan lebih kurang 40 ekor ayam, termasuk cabang-cabang miliknya. Perpotongnya dijual 6 ribu rupiah. Satu ekornya bisa menghasilkan 12 potong. Itu artinya, dalam sehari dia bisa meraup omset sekitar  Rp. 2. 880.000.
|
Pendapatan tersebut diluar pesanan yang kadang bisa sampai dua ribuan potong. “Kadang ada pesanan. Mungkin di tempat lain sulit menerima pesanan sampai dua ribuan, kalau kami siap. Sebab kami khan punya cabang-cabang, nah nanti penggorengannya dibagi ke mereka. Dalam jumlah banyak biasanya lima hari sebelum hari H mereka sudah pesan,” beber dia.

Namun, setiap usaha tentu ada berbagai tantangan, diantaranya kesulitan pasokan ayam. “Seperti sekarang ini, harga ayam mahal. Sementara harga tidak bisa dinaikkan begitu saja. Biasanya saya beli ayam satu ekor dengan berat satu 1,6 hingga 1,7 kg. Sekarang karena ayam mahal, belinya yang 1,3 atau 1,4 kg. Kalau pelanggan yang tahu harga pasar sih tidak komplain, yang tidak tahu pasti komplain,” katanya yang berjualan dari harga chicken 1500 rupiah ini.

Setiap harinya, lanjut dia kebanyakan yang datang adalah para pelanggan. Inilah yang membuatnya tetap bertahan setelah bertahun-tahun berjualan. “Untungnya saya memiliki pemasok ayam yang sudah jadi langganan. Satu ekornya itu dipotong tiga ribu, sebab tanpa ceker, hati dan kepala,” pungkasnya. *
Oleh : Marsita Riandini
Share on Google Plus

About MOMO

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment